Melihat, Mengecap dan Menikmati Gula Jawa Dari Setiap Sisi
Oleh : Dhanang Dhave
- Mengawali Pagi Dengan Melawan Gravitasi (dok.pri)
 
Pagi yang dingin, enaknya minum teh 
hangat sembari menikmati penganan “gemblong cothot”. Pagi ini di desa 
Koripan, Kab. Semarang di sebuah rumah kawan benar-benar dijamu bak tamu
 agung. Kue dari singkong yang di dalamnya diberi gula jawa, yang 
digoreng menjadi awalan obrolan pagi diselingi suara merdu burung-burung
 liar yang berkicau di pepohonan samping rumah. Sepintas tidak ada yang 
istimewa dari kue ini dari luar, tetapi begitu digigit lidah bak 
tersiram madu. Rasa manis memancar dan meleleh dalam lidah dan orang 
jawa bilang “mecothot”. Rasa manis gula jawa yang khas begitu terasa dan
 memberi sensasi yang berbeda dari sebuah singkong yang sedari awal 
dilihat dari bentuknya sudah tidak menarik.
Manisnya gula jawa mengawali hari ini 
untuk melihat bagaiaman gula dari kelapa ini dibuat. Usai menikmati 
gemblong cothot, lalu saya diajak dirumah pak Margono, yang hanya 
berjarak sekitar 50meter dan dibatasi kebun kopi arabica yang sudah 
memerah buahnya. Disela-sela tanaman kopi ini menjulang tinggi beberapa 
tanaman kelapa. Tujuan saya adalah melihat proses penyadapan nira kelapa
 dan proses pembuatan gula merahnya. Sedikit terkejut tiba-tiba dari 
atas ada benda-benda kecil yang berjatuhan berwarna kuning, ternyata 
adalah manggar atau bunga kelapa. Diatas sana Pak Margono yang sudah 
berusia 60 tahun beratraksi diantara pelepah-pelepah kelapa.

- Perlu Pengalaman, Kebiasaan, Kepercayaan dan keberanian (dok.pri)
 
Usia yang sudah uzur tak 
menghalanginya untuk melawan gravitasi dan nampak sangat lincah. Jujur 
dari dalam diri saya merinding juga melihat aksinya yang tanpa alat 
pengaman dan seolah percaya apa yang dilakukannya aman. Saya yang biasa 
manjat tebing, dengan pengaman tubuh dan tali serta peralatan yang 
bersertifikat aman masih saja gemetaran dan keringat dingin jika 
berhadapan dengan ketinggian dan gravitasi. Dengan cekatan belia naik 
turun pohon, dan melompat-lompat diantara pelepah hanya dengan pijakan 
kedua kaki sedang tangannya sibuk menuangkan nira dan menorehkan luka 
pada mayang dengan sabit tajamnya.

- Asap Dapur Mengawali Manisnya Asa Pagi (dok.pri)
 
Bumbung-bumbung (tabun dari bambu) 
nampak bergelantungan dipinggang bagian belakang untuk membawa nira 
hasil sadapan. Di dapur, Ibus Sunarti 57tahun. Istri pak Margono 
ternyata sudah menyalakan api di pawon “tungku perapian” bersiap untuk 
mengolah nira-nira menjadi gula jawa. Begitulah keseharian dari keluarga
 sederhana ini untuk memanfaatkan sumber daya alam untuk menopang 
kehidupan saban harinya. Manisnya gula jawa ikut memaniskan kehidupan 
yang turun-temurun memanfaatkan nira sebagai topangan hidupnya.
Nira atau legen dalam bahasa jawa yang 
artinya “legi/manis” adalah hasil sekresi dari tumbuhan dari keluarga 
Palmae, seperti; Kelpa, Lontar, Aren, Kurma, Sawit, sagu dan lain 
sebagainya. Nira yang biasa disadap dibeberapa tempat menjadi beberapa 
produk turunannya, antara lain; tuak/minuman keras, asam cuka, 
bioethanol dan gula jawa. Gula Jawa adalah salah satu produk turunan 
dari nira sebagai salah satu diversivikasi produk olahan dan pengawetan 
bahan pangan. Gula merah mengandung kalori 389 kalori/100 gram sehingga 
bisa menjadi sumber energi.
Nira dihasilkan oleh tumbuhan yang 
berhijau daun dan digunakan dalam metabolisme dari tanaman.  Beberapa 
jenis tanaman nira disimpan dalam akar, batang, bunga dan buah dalam 
bentuk sukrosa, glukosa atau fruktosa. Tumbuhan mempunyai mekanisme 
untuk berkembang biak, yakni dengan berbunga, berbuah dan berbiji. 
Mayang atau bunga kelapa yang masih kuncup adalah cikal bakal buah 
kelapa, lewat sebuah pengetahuan masa lalu ternyata bisa menghasilkan 
cairan manis yang disebut nira. Nira sebenarnya adalah nutrisi yang 
dihasilkan oleh kelapa yang nantinya akan dikirim ke bunga untuk 
dipersiapkan pada saat pembuahan dan akhirnya menjadi buah. Konsekuensi 
logis dari penyadapan nira adalah kegagalan dari pembentukan bunga dan 
buah, sehingga kelapa tidak akan menghasilkan buah.
Penyadapan diawali dengan memilih mayang
 lalu dengan benda tumpul dipukul-pukul secara merata. Secara fisiologis
 pemukulan ini bertujuan untuk melunakan pori-pori atau menceraiberaikan
 sel-sel sehingga nantinya sekresi berupa sukrosa yang nantinya menjadii
 nira akan mudah keluar. Setelah dipukul-pukul kemudian bagian ujung 
mayang dilukai dengan cara  menoreh dengan sabit yang tajam. Dalam 
membuat luka harus benar-benar rata agar hasilnya baik.
Usai dilukai maka akan menetes cairan 
yang disebut nira tersebut lalu ditampung dengan bumbung dari bambu 
dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Dalam sehari bisa menghasilkan 
sekitar 1 liter nira. Setiap hari dilakukan penorehan lagi untuk membuat
 luka yang baru. Tumbuhan secara otomatis akan ada regenerasi sel untuk 
menutup luka dan menghentikan keluarnya nutrisi dari dalam tubuhnya, 
sehingga akan terus dihasilkan nira.
Bumbung yang digunakan tidak 
sembarangan, tetapi harus benar-benar diperhatikan untuk tetap menjaga 
kualitas nira. Nira adalah sukrosa yang memiliki kadar gula yang 
melimpah dan menjadi makanan empuk bagi mikroorganisme. Jika nira sudah 
dihinggapi mikroorganisme maka nira tersebut akan rusak, karena gula 
akan diubah menjadi asam cuka atau alkohol. Sehabis penyadapan biasanya 
bumbung akan di cuci dan diguyur dengan air panas, tujuannya adalah 
untuk mematikan mikroorganisme.
Saat hendak digunakan untuk menyadap 
biasanya bumbung akan ditambah kapur sirih sebanyak seujung sendok. 
Tujuan pemberian kapur yang konon perintah dari nenek moyang yang terus 
turun-temurun adalah untuk menjaga kualitas nira. Kapur sebagai bahan 
pengawet disebabkan oleh terbentuknya kalsium hidroksida yang bersifat 
desinfektan. Kalsium hidroksida mampu menggumpalkan protein dan asam 
nukleat serta merusak dinding sel mikroba. Selain itu kapur juga 
berfungsi sebagai larutan penyangga untuk mempertahankan derajat 
keasaman nira “pH” sekitar 6-7, sebab nira dikatakan rusak jika pH 
kurang dari 6 ditandai rasa yang masam. Biasanya nira yang dipanen sore 
hari akan direbus hingga mendidih yang berguna untuk mematikan 
mikroorganisme sebelum diproses pada esok harinya,

- Karamelisasi (dok.pri)
 
Proses selanjutnya adalah pembuatan 
gula merah yakni dengan proses evaporasi/penguapan pada suhu tinggi. 
Pada fase ini terjadi karamelisasi, yakni penggumpalan gula menjadi 
lebih pada karena kadar air berkurang. karamelisasi dilakukan dengan 
cara merebus nira dalam wajan yang dipanaskan dalam pawon. Setelah 
sekitar 2 jam pemanasan, maka akan diketahui gula sudah jadi atau belum 
dengan cara meneteskan cairan karamel dalam air dingin. Apabila sudah 
menggumpal dan keras didalam air berarti sudah siap jadi gula, jika 
belum atau masih lunak berarti kadar air masih tinggi. Proses ini 
dibutuhkan kecermatan dan ketelitian, maka pengalaman adalah mutlak 
diperlukan agar kualitas gula benar-benar bagus. Jangan sampai gula 
masih lunak atau gosong karena terlalu lama dipanaskan. Setelah dirasa 
cukup maka gula akan dicetak dalam tempurung kelapa yang sebelumnya 
dibasahi dengan air supaya tidak lengket. butuh waktuk sekitar 2 jam 
agar gula menjadi dingin dan siap untuk dikemas.

- Rejeki Tiap Hari(dok.pri)
 
Menjadi pertanyaan, resiko 
penyadapan nira adalah gagalnya kelapa untuk berbuah karenan bunganya 
disadap. Tidak semua pohon kelapa disadap, hanya beberapa saja yang 
disadap dan sisanya dibiarkan berbuah. Jika dihitung nilai ekonomisnya 
penyadapan jauh memiliki nilai tambah jika dibandingkan dengan menjual 
buah kelapa. Nira setiap hari bisa menghasilkan 1-liter tiap pohonnya, 
dan menjadi gula sekitar 1-2ons. Harga 1kg gula jawa sekitar 12-15ribu, 
jika saja setiap hari menghasilkan 2kg maka 30ribu sudah ditangan setiap
 harinya. Penyadapan bisa dilakukan setiap hari sepanjang tahun, 
sehingga penghasilan harian bisa digantungkan dari nira daripada nunggu 
buah kelapa. Resiko buah kelapa juga tidak mudah, ancaman dari Tupai 
salah satunya. Biaya produksi nira juga sangat minim, bahkan orang desa 
tidak pernah menganggarkannya. Ongkos memanjat, menyadap hingga memasak 
tidak masuk dalam hitungan karena dilakukan sendiri, dan keuntungan 
bersih langsung dari hasil penjualan gula merah.

- Minimnya Generasi Muda yang Mau Bercengkrama dengan Tingginya Pohon Kelapa (dok.pri)
 
Sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/29/melihat-mengecap-dan-menikmati-gula-jawa-dari-setiap-sisi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar